08 Agustus 2009

Ebiet G Ade Nostalgia ke Jembatan Lolong

MAKAN - Usai mengunjungi jembatan Lolong, Karanganyar, Ebiet G Ade (kiri baju hitam) bersama rombongan didampingi Ketua DPRD HM Asif Kholbihi mampir ke wisata kuliner di Tirta Alam Karanganyar, Sabtu (8/8) kemarin.

Dari Kunjungan Penyanyi Balada Ebiet G Ade di Kota Santri

JIKA Anda mengaku penggemar Ebiet G Ade, pasti tahu penggalan syair lagu di atas. Ya, itulah lagu Lolong yang pernah populer di tahun 1980-an.
Lagu ini menggambarkan panorama Desa Lolong, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, terutama Jembatan Lolong yang menginsirasi penyanyi balada kelahiran Banjarnegara itu. Eksotisme jembatan batu yang melengkung itu pernah dilihat Ebiet tatkala berkunjung ke desa itu, beberapa waktu lalu.
Gemericik air yang jernih dan panorama indah di sekitar jembatan, ditambah kesejukan udaranya, membuat siapapun betah tinggal berlama-lama dan merenungkan banyak hal, temasuk mengagungkan kebesaran Tuhan atau mencipta lagu.
Melihat kondisinya yang masih kokoh, sebagian besar orang mengira jembatan gantung itu baru dibuat pada tahun 1980-an. Padahal jembatan ini dibangun pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1927, atau 82 tahun yang lalu.
Jembatan sepanjang 25 meter yang melintas di atas Sungai Sengkarang itu menjadi salah satu kebanggan warga desanya.
Jembatan itu menjadi saksi kegigihan para pejuang Pekalongan saat menghadapi tentara penjajahan Belanda.
Sabtu (8/8) kemarin pelantun lagu balada Ebiet G Ade, disela-sela pementasannya di gedung DPRD Kabupaten Pekalongan kemarin, menyempatkan diri mengunjungi situs sejarah salah satu diantaranya jembatan Lolong.
Usai ke Lolong, Ebiet beserta rombongan mampir di wisata kuliner Tirta Alam Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Ebiet G Ade sambil nostalgia berbincang-bincang bersama anggota DPRD Kajen tersebut.
"Dulu, di bawah jembatan itu terjadi pertempuran antara pejuang Indonesia dan penjajah Belanda," tutur ketua Klaster wisata Kabalong Ibnu Sudiyono.
Tidak jauh dari tempat itu, terdapat Dusun Karanganjing yang menjadi tempat pembuangan mayat para pejuang yang gugur di medan laga. Sebagian besar pejuang Pekalongan yang sekarang masih hidup, pasti tahu pertempuran di bawah Jembatan Lolong.
Jembatan itu telah menjadi situs sejarah dan banyak menyimpan cerita. Salah satunya adalah keyakinan kalau ada gadis yang mandi pada Jumat Kliwon di sekitar Jembatan Gantung, tepatnya di antara pertemuan Sungai Sengkarang dan Wisnu, maka dia akan cepat mendapat jodoh.
Tidak heran jika dulu banyak gadis yang mandi bersama saat Jumat Kliwon. Sekarang situasinya sudah berubah, karena persoalan etika. Tidak banyak lagi perempuan lajang yang melakukan ritual tersebut.
MBAH SENGKER
Situs sejarah lainnya adalah petilasan dan makam sejumlah ulama. Yang paling sering dikunjungi peziarah antara lain makam Syekh Abdurahman Arrumi dan Syekh Jogodono.
Di Desa Karangondang, ada makam Mbah Kiai Sengker yang masih berbentuk jejeran batu kuno. Beberapa batu besar bertebaran di sekitar makam. Ada yang berbentuk kayu, yang konon merupakan bahan untuk rencana pembangunan masjid.
Konon Kiai Sengker adalah prajurit dari Surabaya yang singgah dan menetap di daerah ini. Dia lalu mendirikan padepokan di lokasi yang kemudian diberi nama Karanggondang. Di tempat ini dia mendidik 12 muridnya. Salah seorang muridnya berhasil mengalahkan Baruklinting, yaitu seekor naga, melalui sebuah pertempuran sengit.
Jejak-jejak cerita rakyat itu saling terangkai dengan daerah sekitarnya. Situs sejarah yang sangat banyak dan tersebar itu menarik minat banyak antropolog dan ilmuwan untuk menelitinya.
Kades Karanggondang, H Ibnu Sudiyono, menjelaskan di sekitar Wisata Kabalong banyak situs sejarah dan banyak yang meneliti berbagai situs bersejarah itu.
"Dari hasil penelitiannya sementara, diprediksi masih banyak batu bersejarah di dalam tanah sekitar Kabalong,’’ tuturnya.
Jika kelak di kawasan itu ditemukan situs-situs baru, maka Kabalong dapat menjadi tujuan para peneliti, sejarawan, dan penggemar budaya. (*) Kuswandi_Radar Peka1ongan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar